BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama dengan
pemeluk terbesar di dunia. Islam pernah mengalami masa – masa keemasan dengan
menguasai wilayah tiga perempat bumi ini. Salah satu wilayah yang dikuasai
orang Islam yaitu Spanyol (Andalusia). Wilayah yang membuat Islam dikenal di
dunia Barat. Wilayah yang mempengaruhi negara – negara eropa menjadi maju.
Keberadaan Islam di Spanyol
bermula saat Musa mengutus Tharif bin Ziyad untuk
memasuki wilayah jabal thariq pada tahun 711 M. Pada tahun 713 M Seville dapat
ditaklukkan dan Musa Bin Nushair pun di panggil pulang ke Damaskus untuk mendapatkan
penghargaan atas usahanya. Dalam berbagai hal, Islam mengalami kemajuan yang
sangat pesat di Spanyol, yaitu dalam bidang Sains, Fiqh, Filsafat, Kesenian,
dan sastra. Hal ini diraih selama 7 abad yaitu abad ke 8 – 15 M.
Namun, sebuah peradaban akan selalu
mengalami pasang surut. Begitu juga Islam di Spanyol. Ada berbagai hal yang
membuat peradaban Islam di Spanyol
mengalami keruntuhan. Namun keruntuhan Islam di Spanyol memberikan sumbangsih
yang sangat besar terhadap kemajuan Eropa.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Islam pertama kali masuk ke Spanyol ?
2. Bagaimana
perkembangan Islam di Spanyol pada masa itu ?
3. Apa saja kemajuan yang
dicapai oleh Islam selama berada di Spanyol ?
4.
Apa penyebab kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol ?
5. Apa pengaruh peradaban Spanyol Islam bagi Eropa ?
1.3 Tujuan
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini yaitu
1.
Mengetahui bagaimana Islam masuk di Spanyol
2.
Mengetahui perkembangan Islam di Spanyol
3.
Mendapatkan Spirit perjuangan Islam pada masa
kejayaan di Spanyol
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
SEJARAH SINGKAT
PENGUASAAN ISLAM ATAS SPANYOL
Sebelum menaklukkan Spanyol, umat Islam terlebih dahulu menguasai Afrika
Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari Dinasti Bani Umayyah.
Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara terjadi pada zaman Khalifah Abdul Malik
(685 – 705 M). Afrika Utara dipimpin oleh seorang gubernur, yaitu Husna Ibn
Nu’man, kemudian diganti oleh Musa bin Nusyair. Tampaknya, tujuan umat Islam
menguasai Afrika Utara adalah membuka jalan untuk mengadakan ekspedisi lebih
besar ke Spanyol, karena dari Afrika Utara itulah, ekspedisi ke Spanyol lebih
mudah dilakukan.
Ekspedisi umat Islam ke Spanyol terjadi
pada masa Al – Walid menjabat menjadi Khalifah (705 – 715 M). Al – Walid
mengijinkan gubernurnya untuk mengirimkan pasukan militer ke Spanyol.
Pada awalnya, Musa bin Nusyair mengutus Tharif bin Malik untuk memimpin pasukan
ekspedisi yang bertujuan menjajagi daerah – daerah sasaran. Musa bin Nusyair
menugaskan Thariq bin Ziyad memimpin 7.000 pasukan. Tentara tersebut sebagian
besar terdiri dari orang Barbar. Pada tahun 711M, Thariq berlayar melalui laut
tengah menuju daratan Spanyol
dan
berhasil mendarat di sebuah bukit yang kemudian diberi nama Gibraltar ( Jabal
Thariq ).
Ketika Roderik mengetahui bahwa Thariq
dan pasukannya telah memasuki negeri
Spanyol, ia mengumpulkan pasukan penangkal sejumlah 25.000 tentara. Mengetahui
jumlah musuh yang jauh berbeda, Thariq meminta bantuan kepada Musa bin Nusyair,
akhirnya Thariq mendapat tambahan pasukan sebanyak 12.000 tentara.
Pada hari minggu tanggal 18 juli 711 M., kedua pasukan bertemu
di danau janda dekat mulut sungai Barbate. Pertempuan berlangsung selama 8 hari dan kemenangan
berada dipihak Thariq. Tentara Thariq dalam pertempuran itu mendapat bantuan
dari tentara Roderik yang membelot, Thariq kemudian melanjutkan penaklukan ke
Toledo. Kemudian Archidona dan Granada dapat ditundukkan, dan satu detasemen
yang dipimpin oleh Mughir Ar – Rumi dapat menaklukkan kota Cordova yang
kemudian dijadikan ibu kota pemerintahan Islam.
Kedatangan Islam sudah tentu membawa
kultur baru yang memperkaya Spanyol pada umumnya. Oleh karena itu, akhirnya
Spanyol (Andalusia) menjadi salah satu pusat peradaban dunia, mengimbangi
kejayaan Dinasti Umayyah di Damsyik (Damaskus) dan Dinasti Abbasiyah di
Baghdad. Tak salah apabila di katakan Andalusia turut berperan merintis jalan
menuju zaman Renaisans di Eropa.
Setelah Spanyol dan kota – kota
pentingnya jatuh ke tangan Umat Islam, sejak saat itu secara politik Spanyol
berada di bawah kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dan untuk memimpin wilayah baru
tersebut, pemerintah pusat yang berpusat di Damaskus mengangkat seorang wali (
gubernur ).
Dalam melakukan ekspansi di Spanyol, umat
Islam dapat dengan mudah meraih kemenangan sehingga dalam kurun waktu yang
relatif singkat, umat Islam dapat menguasai Spanyol. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi umat Islam atas penguasaan di Spanyol.
Pertama,
sikap penguasa Ghotic - sebutan lazim kekuasaan Visighotie yang tidak toleran
terhadap aliran agama yang berkembang saat itu. Penguasa Visighotie memaksakan
aliran agamanya kepada masyarakat. Penganut aliran Yahudi yang merupakan aliran
terbesar dari masyarakat Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen, dan
mereka yang tidak bersedia akan disiksa dan dibunuh.
Kedua,
perselisihan antara raja Roderick dan Witiza (wali
kota Toledo), di satu pihak dan ratu Julian di pihak lain. Oppas dan Achila,
kakek dan anak Witeza, menghimpun kekuataan untuk menjatuhkan Roderick, bahkan
berkoalisi dengan kaum muslimin di Afrika
Utara. Demikian pula, Ratu Julian, ia bahkan memberi pinjaman 4 buah kapal yang
di pakai oleh Tharif, Thariq dan Musa.
Ketiga,
faktor lain yang tak kalah pentingnya adalah
bahwa tentara Roderick tidak mempunyai
semangat perang.[1]
2.2
PERKEMBANGAN
ISLAM DI SPANYOL
Sejak pertama kali
menginjakkan kaki di tanah Spanyol, hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir
disana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih
dari tujuh setengah
abad. Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi
menjadi enam periode[2],
yaitu:
2.2.1 Periode Pertama ( 711 – 755 M)
Pada masa ini, Spanyol berada di bawah
pemerintahan para wali
yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada
periode ini stabilitas politik
Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan – gangguan masih sering
terjadi baik
datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa
perselisihan di
antara elit penguasa, terutama akibat dari perbedaan etnis dan golongan. Di
samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara Khalifah di Damaskus dan Gubernur
Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing – masing mengaku bahwa,
merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol. Oleh karena itu terjadi dua puluh
kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan
pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada
hubungan dengan perbedaan etnis, terutama antara Barbar ala Afrika Utara dan Arab. Di dalam
etnis Arab sendiri, terdapat dua golongan yang terus menerus bersaing, yaitu suku
Quraisy (Arab Utara) dan suku Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini
sering kali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang
tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak ada Gubernur yang mampu
mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.
Gangguan dari luar datang dari sisa –
sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah – daerah
pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan
ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun, akhirnya
mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol.
Karena seringnya terjadi konflik
internal dan berperang menghadapi musuh dari luar, maka dalam periode ini Islam
Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan dibidang peradaban dan kebudayaan.
Periode ini berakhir dengan datangnya Abd Al – Rahman Al – Dakhil ke Spanyol
pada tahun 138/755 M[3].
2.2.2 Periode Kedua ( 755
– 912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di
bawah pemerintahan seseorang yang bergelar amir
(panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk pada pemerintahan Islam ketika
itu di pegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah
Abdurrahman I, yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755M dan diberi gelar
Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Dia adalah keturunan Bani Umayyah yang
berhasil lolos dari kejaran Bani Abbasiyah, ketika Bani Abbasiyah berhasil
menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya ia berhasil mendirikan Bani
Umayyah di Spanyol. Penguasa – penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abd
Al–Rahman Al–Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd Al – Rahman Al – Autsath, Muhammad
ibn Abd Al – Rahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad. Pada
periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan – kemajuan, baik
dalam bidang politik maupun peradaban. Abd Al Rahman Al Dakhil mendirikan
masjid Cordova dan sekolah – sekolah di kota – kota besar Spanyol. Hisyam
dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam dan Hakam dikenal sebagai
pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakasai tentara bayaran di
Spanyol. Sedangkan Abd Al-Rahman
Al-Ausath dikenal sebagai
pemimpin yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai masuk pada periode ini,
terutama di zaman Abdurrahman Al-Ausath.
Ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol
sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.
Sekalipun demikian, berbagai ancaman dan
kerusuhan seringkali terjadi. Pada pertengahan abad ke-9, stabilitas negara
terganggu dengan munculnya gerakan Kristen
fanatik yang mencari kesyahidan (Martyrdom).
Namun, gereja kristen lainnya di seluruh Spanyol tidak menaruh simpati pada
gerakan itu, karena pemerintahan Islam mengembangkan pemerintahan bebas
beragama. Penduduk
Kristen diperbolehkan
memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hukum Kristen. Peribadatan tidak dihalangi.
Lebih dari itu, mereka diperbolehkan mendirikan gereja baru, biara – biara di
samping rahib atau lainnya. Mereka juga tidak dihalangi bekerja sebagai pegawai
pemerintahan atau
menjadi karyawan pada instansi militer.
Gangguan politik yang lebih serius pada
periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada
tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping
itu, sejumlah orang merasa
tidak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting di antaranya adalah pemberontakan yang
dipimpin oleh Hafsun dan anaknya
yang
berpusat di pegunungan dekat Malaga.
Sementara itu, perselisihan antara
orang – orang Barbar dan orang – orang Arab masih sering terjadi[4].
2.2.3 Periode Ketiga ( 912 – 1013 M)
Pemerintahan ini dimulai dari
pemerintahan Abdurrahman III
yang
bergelar “An-Nasir” sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal dengan
sebutan Muluk Al Thawaif. Pada
periode ini, Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar Khalifah, penggunaan
gelar Khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III,
bahwa Al-Muktadir, Khalifah daulat Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia
dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan ini menunjukkan
bahwa keadaan pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia
berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang paling tepat untuk memakai gelar
Khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih.
Karena itulah, gelar ini dipakai sejak tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar
yang memerintah pada periode ini ada tiga orang yaitu Abdurrahman Al-Nasir (912 – 961 M), Hakam II (961 – 976 M), dan
Hisyam II (976
– 1009 M).
Pada periode ini, umat Islam Spanyol
mencapai puncak kemajuan dan kejayaan, menyaingi kedaulatan Bani Abbasiyah di
Baghdad. Abdurrahman Al Nasir mendirikan Universitas di Cordova. Perpustakaannya
memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan
pendiri perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan
dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
Awal dari kehancuran Khalifah Bani
Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta ketika berusia 11 tahun.
Pada tahun 981 M, khalifah menunjuk Ibn Abi ‘Amir sebagai pemegang kekuasaan
secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya
dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan – rekan dan
saingan – saingannya. Atas keberhasilan-keberhasilannya ia mendapat gelar Al Mansyur Billah. Ia wafat pada tahun
1002 M dan digantikan oleh anaknya Al Muzaffar, yang masih dapat mempertahankan
keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia
digantikan oleh adiknya yang tidak memilki kualitas dalam jabatan itu. Dalam
beberapa tahun saja, negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya
kehancuran total. Pada tahun 1009 M Khalifah mengundurkan diri. Beberapa orang
yang mencoba untuk menduduki
jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun
1013 M Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan Khalifah. Ketika
itu Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di
kota-kota tertentu[5].
2.2.4 Periode Keempat ( 1013 – 1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah lebih
dari tiga puluh negara kecil dibawah pemerintahan raja-raja golongan Al Mulukth Thawaif, yang berpusat
di suatu
kota seperti Seville, Cordova, Toledo dan sebagainya. Yang terbesar di
antaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada masa ini pemerintahan Spanyol
kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang
saudara, salah satu pihak ada yang meminta bantuan pada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan
kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya,
orang-orang Kristen
pada masa ini mulai membuat inisiatif penyerangan. Meskipun, kehidupan politik
tidak stabil, namun, kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini.
Istana-istana mendorong pada sarjana dan sastrawan untuk mendapat perlindungan
dari istana satu ke istana lain[6].
2.2.5 Periode Kelima (
1086 – 1235 M )
Pada periode ini, Spanyol Islam walaupun
masih terpecah dalam beberapa negara tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu
kekuasaan Dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti Muwahhidun (1146-1235
M). Dinasti Murabitun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan
oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil
mendirikan kerajaan yang berpusat di Marakeys. Ia masuk ke Spanyol atas
“undangan” penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan
mempertahankan negerinya
dari serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada
tahun 1086 M dan
berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan dikalangan raja-raja
muslim, Yusuf melangkah untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu. Akan
tetapi, penguasa-penguasa setelah Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada
tahun 1143 M kekuasaan Dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun Di Spanyol dan digantikan
oleh Dinasti Muwahhidun. Pada masa Dinasti Murabithun, Saragossa jatuh ke
tangan Kristen, tepatnya tahun 1118 M. Di Spanyol sendiri, sepeninggal Dinasti
ini, pada mulanya muncul kembali dinasti-dinasti kecil, tapi hanya berlangsung
tiga tahun. Pada tahun 1146
M
penguasa Dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini.
Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tuwart (w. 1128). Dinasti ini datang ke
Spanyol di bawah pimpinan Abd Al Mun’im
antara tahun 1115 dan 1154 M, kota-kota Muslim
penting seperti Cordova, Almeria dan
Granada jatuh ke bawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa dekade, dinasti ini
mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur. Akan
tetapi, tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami keambrukan. Pada tahun
1212 M, tentara Kristen mendapat kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan
Muwahhidun terhadap Kristen membuat Muwahhidun memilih untuk meninggalkan
Spanyol dan kembali ke Afrika Utara pada tahun 1235M. Keadaan Spanyol kembali
runyam, berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam keadaan demikian, umat
Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan umat Kristen yang semakin
besar. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan Kristen dan Seville jatuh pada
tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam[7].
2.2.6 Periode Keenam ( 1232
– 1492 M)
Pada masa ini Islam berkuasa hanya di
daerah Granada, di bawah Dinasti Bani Ahmar (1232-1492M). Peradaban kembali
mengalami kemajuan seperti pada zama Abdurrahman Al-Nasir. Akan tetapi, secara
politik dinasti ini hanya berkuasa di wilayah kecil. Kekuasaan Islam yang
merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir. Karena perselisihan
orang – orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Abu
Abdullah Muhammmad merasa tidak senang pada ayahnya, karena menunjuk anaknya
yang lain yang menjadi penggantinya sebagai raja. Dia memberontak dan berusaha
merebut kekuasaan. Dalam pemberontakan itu ayahnya terbunuh dan digantikan oleh
Muhammad Ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdinand dan
Issablla untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan
penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta.
Tentu saja, Ferdinand dan Issabella yang
mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup
merasa puas, keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol.
Abu Abdullah tidak kuasa menahan serangan-serangan orang-orang Kristen tersebut
dan akhirnya mengaku kalah. Ia
menyerahkan kekuasaan kepada Ferdenand dan Issabella, kemudian hjrah ke Afrika
Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol pada tahun 1429 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan
pada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun
1609 M,
boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini[8].
2.3 KEMAJUAN PERADABAN
Dalam masa lebih dari tujuh abad,
kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana.
Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan, pengaruhnya membawa Eropa dan
kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks.
2.3.1 Kemajuan Intektual
Spanyol adalah negeri yang subur.
Kesuburan itu mendatangkan
penghasilan ekonomi yang tinggi dan pada gilirannya banyak menghasilkan
pemikir.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan
masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan
Selatan), al-muwalladun (orang-orang
Spanyol yang masuk Islam, barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara),
al-shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi
tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara
bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang
kehadiran Islam. Semua komunitas
itu, kecuali yang terakhir, memberi saham intelektual terhadap terbentuknya
lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra dan
pembangunan fisik di Spanyol.[9]
2.3.1.1
Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu
lembaran yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai
jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani ke Eropa pada abad
ke-12. Minat terhadap filsafat ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad
ke-9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn
Abdurrahaman(832-886M).[10]
Atas inisiatif Al-Hakam (961-976M),
karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari timur dalam jumlah besar.
Sehingga Cordova dengan perpustakaan dan Universitas-universitasnya mampu
menyaingi Baghdad sebagai pusat pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan
oleh para pemimpin Dinasti
Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan
filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.
Tokoh
utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn
Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa dan ia
pindah ke Seville dan Granada. Meninggal karena keracunan di fez tahun 1138M
dalam usia yang masih muda. Seperti Al-Farabi dan Ibn Sina di Timur, masalah
yang dikemukakannya bersifat etis
dan eskatologis.
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn
Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada,
dan wafat pada usia lanjut tahun 1185M. Ia banyak menulis masalah kedokteran,
astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Bagian akhir abad ke-12 menjadi
saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang
filsafat dalam Islam, yaitu ibn Rusydi dari Cordova. Ia lahir pada tahun 1128 M
dan meninggal tahu 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan
naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah
menahun tentang keserasian antara filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh,
karyanya adalah Bidayah al-Mujtahid[11].
2.3.1.2
Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, astronomi,
kimia dan lain sebagainya juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas
termasyhur dalam bidang imia dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang menemukan pembuatan
kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya An-Naqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia
dapat menemukan waktu kapan terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa
lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak
antara tata surya
dan bintang-bintang. Abbas ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan.
Umm Al-Hasan bint Abu Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang
ahli kedokteran dalam kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi
wilayah Islam bagian barat banyak melahirkan pemikir terkenal. Ibn Jubair dari
Valensia (1145-1228M) menulis tentang negeri-negeri Muslim Mediterania dan
Sicilia dan Ibn Bathutah dari Tangier (1304-1377M) mencapai Samudera pasai dan
Cina. Ibn Al-Khatib (1317-1374M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun
dari Tunis adalah perumus
filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol, yang
kemudian pindah ke Afrika. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.
2.3.1.3
Fiqh
Dalam bidang fiqih, Spanyol Islam
dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Yang memperkenalkan mazhab ini adalah
Ziyad ibn Abdurrahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh ibn Yahya yang
menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn
Abdurrahamn. Ahli-ahli fiqih lainnya antara lain adalah Abu Bakr ibn
Al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id Al-Baluthi, dan Ibn Hazm yang terkenal.
2.3.1.4
Musik
dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara,
Spanyol Islam mencapai kecemerlangan
dengan
tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan
pertemuan dan penjamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya.ia
juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan
kepada anak-anaknya, baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak,
sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
2.3.1.5
Bahasa
dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa
administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh
orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa
asli mereka. Mereka juga banyak yang mahir dan ahli berbahasa Arab, baik
keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka itu antara lain: Ibn
Sayyidih, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al
Garnathi.
Seiring dengan kemajuan bahasa itu,
karya-karya sastra banyak
bermunculan, seperti: Al-Iqd Al-farid karya
Ibn Abd Rabbih, al-dzakirah fi mahasin
ahl al-jazirah oleh Ibn Bassam, kitab
al-qalaid buahkarya Al-Fath ibn Khaqan,
dan banyak lagi yang lain[12].
2.3.1.6 Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat
perhatian umat
Islam sangat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar dibangun. Bidang
pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru duperkenalkan kepada masyarakat
Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder,
tersier, dan jembatan-jambatan air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi, begitu
juga, mendapat jatah air.
Orang-orang Arab memperkenalkan
pengaturan hidrolik untuk
tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air,waduk dibuat untuk
konservasi. Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air, asal
persia yang dinamaka na’urah. Di
samping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan
jeruk, kebun-kebun dan taman-taman.
Industri, di samping pertanian dan perdagangan
juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya adalah
tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar. Namun demikian,
pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan
gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, masjid, pemukiman dan
taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah masjid Cordova, kota
Al-Zahra, istana Ja’fariyah di Saragossa, tembok Toledo, istana Al-Makmun,
masjid Seville, dan istana Al-Hamra di Granada[13].
2.3.6.1.1 Cordova
Cordova adalah ibukota Spanyol sebelum
Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa Muslim. Kota
ini di bangun dan dipindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang
mengalir di tengah kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibu kota Spanyol
Islam. Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor dari Timur. Di seputar ibu kota
berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik pemandangan, setiap
istana dan taman diberi nama tersendiri dan dipuncaknya terpancar istana
Damsik.
Di antara kebanggan kota Cordova lainnya
adalah masjid Cordova. Menurut Ibn Al-Dala’I terdapat 491 masjid
disana. Di samping itu ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat
pemandian. Di sekitarnya berdiri perkampungan yang indah. Karena air sungai tak
dapat diminum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yag
panjangnya 80 km.
2.3.6.1.2 Granada
Granada adalah tempat pertahanan
terakhir umat islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan
pemikir islam. Posisi Cordova diambil oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di
spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana
AL-Hamra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur
Spanyol Islam. Istana itu di kelilingi taman-taman yang tidak kalah
indahnya.Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa di perpanjang dengan kota istana
Al-Zahra, istana Al-Gasar, menara Girilda, dan lain-lain[14].
2.3.2
Faktor-faktor
Pendukung Kemajuan
Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan
oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan
kekuatan-kekuatan Umat Islam, seperti Abd Al-Rahman Al-Dakhil, Abd Al-Rahman
Al-Wasith dan Abd Al-Rahman Al-Nasir. Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin
tersebut di tunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang
mempelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting di antara penguasa dinasti
Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah Muhammad Ibn Abd Al-Rahman[852-886] dan
Al-Hakam 11 Al-Munthashir[961-976].
Toleransi beragama ditegakkan oleh para
penguasa terhadap penganut agama kristen dan Yahudi, sehingga mereka ikut
berpartisipasi mewujudkan peradapan Arab
Islam di Spanyol. Untuk
orang Kristen, sebagaimana
juga orang-orang Yahudi disediakan
hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka
masing-masing.
Masyarakat Spanyol Islam merupakan
masyarakat majemuk, terdiri
dari berbagai komunitas,
baik
agama maupun bangsa. Dengan
ditegakkannya toleransi agama,
komunitas - komunitas itu dapat
bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya masing-masing.
Meskipun ada persaingan yang sengit
antara Abbasiyyah di Bagdad dan Umayyah di Spanyol, hubungan budaya dari Timur
dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan
perjalanan dari ujung barat
wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa
buku-buku dan gagasan-gagasan.
Hal
ini menunjukkan bahwa, meskipun
Umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terhadap apa yang disebut
kesatuan budaya dunia Islam.
Perpecahan politik pada Muluk Al-Thawaif
dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban masa itu. Bahkan, puncak kemajuan
ilmu pengetahuan, kesenian dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap Dinasti di
Malaga, Toledo, Seville, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Cordova.
Kalau sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam
di Spanyol, Muluk Al-Thawaif berhasil mendirikan peradaban baru yang di
antaranya justru lebih maju[15].
2.4
PENYEBAB
KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN
2.4.1
Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa Muslim
tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan
menagih upeti dari
kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka,
termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.
Namun demikian, kehadiran
umat Arab memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol kristen. Hal itu
menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari
pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen
memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
2.4.2
Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain para
mukallaf diperlakukan sebagai umat Islam yang sederajat, di Spanyol,
sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab
tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-20
M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan
muwalladun kepada para mukallaf
itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya kelompok-kelompok etnis
non-Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu
mendatangkan dampak besar kepada sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini
menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, di samping
kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.
2.4.3
Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa
Islam di Spanyol, para
penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat “serius”,
sehingga lalai membina perekonomian.
Akibatnya timbul
kesulitan ekonomi yang sangat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan
militer.
2.4.4
Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan
kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk
Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di
Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Issabella, di
antaranya juga disebabkan permasalahan ini.
2.4.5
Keterpencilan
Spanyol Islam bagai terpencil dari
dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan
kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang
mampu membendung kebangkitan Kristen di sana[16].
2.5
PENGARUH
PERADABAN SPANYOL ISLAM DI EROPA
Kemajuan Eropa yang terus berkembang
hingga saat ini banyak berhutang khazanah ilmu pengetahuan Islam yang
berkembang di periode klasik. Memang banyak saluran yang bagaimana peradaban
Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan perang salib, tetapi saluran yang
terpenting adalah saluran Spanyol Islam.
Spanyol merupakan tempat yang
paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk politik,
sosial dan perekonomian, dan peradaban antar negara. Orang-orang Eropa
menyadari bahwa Spanyol berada di bawah kekuasaan Islamjauh meninggalkan
negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam pemikiran dan sains di samping
bangunan fisik. Yang terpenting adalah pemikiran Ibn Rusydi (1120-1198 M). Ia
melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan pikir. Ia mengedepankan sunnatullah menurut pengertian Islam terhadap pantheisme dan
anthropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga di Eropa
timbul gerakan Averroisme yang menuntut kebebasan berpikir. Pihak gereja
menolak pemikiran rasional yang dibawa geraka Averroisme ini.
Berawal dari gerakan Averroisme
inilah di Eropa kemudian lahi reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada
abad ke-17 M. Buku-buku Ibn Rusyd dicetak di Vinesia pada tahun 1481, 1482,
1483, 1489 dan 1500 M. Bahkan, edisi lengkapnya terbit pada tahun 1553 dan 1557
M. Karya-karyanya juga di terbitkan di Napoli pada abad ke-16M, Balagona,
Lyonms, dan Starsbroug, dan di awal abad ke-17 di Jenewa.
Pengaruh peradaban Islam termasuk
di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda
Kristen yang belajar di Universitas-universitas Islam di Spanyol. Seperti
Universitas Cordova, Seville, malaga, Granada dan Salamansa. Selama belajar di
Spanyol mereka aktif menerjemahkan karya ilmuwan-ilmuwan Muslim. Pusat
penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya mereka mendirikan
sekolah dan universitas yang sama.
Universitas pertama di Eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada
1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman pertengahan
Eropa, baru berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitas-universitas itu,
ilmu yang mereka peroleh dari universitas Islam diajarkan, seperti ilmu
kedokteran, ilmu pasti dan filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak
dipelajari adalah pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd.
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam
atas Eropa yang sudah sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan
kembali (renaissance) pusaka Yunani
di Eropa pada abad ke-14M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini
adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian di
terjemahkan kembali ke bahasa latin.
Walaupun Islam akhirnya terusir
dari negeri Spanyol dengan
cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di
Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani Klasik
(renaissance) pada abad ke-14 M yang
bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad
ke-17 M, dan pencerahan (aufklarung) pada
abad ke-18M.[17]
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah berakhir periode Klasik
Islam, ketika Islam mulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari
keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan hanya terlihat pada bidang politik
dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia
lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan tegnologi. Bahkan,
keberhasilan ilmu pengetahuan dan teknologi
itulah yang mendukung keberhasilan politiknya.
Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak
bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Islam di Spanyol Eropa
banyak menimba ilmu. Pada periode klasik,
ketika Islam mencapai masa keemasannya, menyaingi Baghdad di timur. Ketika itu,
orang-orang Kristen Eropa banyak belajar di perguruan tinggi Islam disana.
Islam menjadi guru bagi orang Eropa. Karena itu kehadiran Islam di Spanyol
banyak membantu perkembangan orang-orang Eropa.
DAFTAR
PUSTAKA
Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung : Pustaka Setia, 2008.
Yatim, Badri. Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiah II.
Jakarta : PT Grafindo, 2008.
Fakhri, Majid. Sejarah
Filsafat Islam. Jakarta :
Pustaka Jaya, 1986.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar